Afifudin Pimpin KPU Secara Ugal-ugalan
Hal itu dikatakan peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal yang menyebutkan keputusan tersebut memperlihatkan wajah KPU yang tidak konsisten dan terkesan serampangan.
“Peristiwa ini belum bisa disebut sebagai wujud keterbukaan informasi, malah memperlihatkan ketidakprofesionalan KPU dalam mengambil keputusan. Mereka seperti mempertontonkan cara kerja yang ugal-ugalan,” kata Haykal Sabtu (27/9/2025).
Menurutnya,, sikap inkonsisten KPU bukan baru kali ini saja terjadi. Sejak awal tahapan Pemilu 2024 pada akhir 2022, publik sudah berkali-kali menyaksikan keputusan kontroversial dari lembaga tersebut. Menurut Koalisi Kodifikasi UU Pemilu, KPU bahkan memikul tanggung jawab besar atas carut-marutnya kondisi demokrasi Indonesia hari ini.
Koalisi juga mencatat berbagai “dosa” KPU periode 2022–2025, mulai dari penyusunan PKPU yang tidak sejalan dengan undang-undang maupun putusan Mahkamah Konstitusi, sistem IT yang bermasalah, minimnya keterbukaan informasi, hingga dugaan moral hazard di tubuh komisioner.
Karena itu, koalisi mendesak Presiden dan DPR agar merekomendasikan pemberhentian seluruh anggota KPU periode 2022–2027 kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka juga meminta DKPP segera menindaklanjuti dengan memberhentikan seluruh anggota KPU yang ada sekarang.
"Perlunya pembenahan menyeluruh melalui revisi UU Pemilu, termasuk mekanisme rekrutmen anggota KPU. Bahkan mendorong adanya moratorium pengisian jabatan komisioner KPU sampai undang-undang baru selesai dibahas. Ini harus dilakukan demi menyelamatkan demokrasi. Reformasi kelembagaan KPU tidak bisa ditunda lagi,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Mochammad Afifudin mengumumkan pembatalan SK No.731/2025 terkait status dokumen persyaratan capres-cawapres. Afif menegaskan, pihaknya kini akan memberlakukan keterbukaan informasi sesuai aturan yang berlaku serta menjalin koordinasi dengan berbagai pihak terkait data dan dokumen di KPU.
“Kami akan mengikuti aturan yang sudah ada, sambil memastikan koordinasi dalam pengelolaan data dan informasi. Publik memang berhak mengetahui, itu sejalan dengan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Afif, Selasa (16/9/2025).