Palembang, Kota Hadramaut Kedua
Ditemukannya prasasti Kedudukan Bukit yang berangka tahun 682 masehi, menjadi bukti sejarah tentang pendirian Wanua yang berarti Kata Palembang.
Prasasti yang tertulis dalam bahasa
Melayu Kuno dan Beraksara Palawa juga menceritakan kejayaan kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Kota Palembang. Terletak pada kedua tepi sungai Musi, kira-kira 15 Mil dari muara sungai disebut Bangka atau daerah Sungsang dan kurang lebih 1 Mil dari hilir di mana sungai Ogan-Sungai Komering bersatu dengan sungai Musi untuk sama-sama bermuara di Sungsang.
Melihat letak kota Palembang yang sangat strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan, menjadikan kota Palembang terbuka bagi para pendatang. Oleh karenanya penduduk kota Palembang sangat heterogen, dan kehidupan budaya di kota ini berkembang sebagai akibat akulturasi dan asimiliasi dengan budaya yang dibawa oleh para pendatang, baik dari pelosok nusantara maupun dari manca negara. Termasuk keturunan Rasulullah SAW atau disebut Habaib.
Menurut Quraisy Syihab, awal mula masuknya habaib di Palembang pada tahun 1500 M yang bisa diketahui melalui manuskrip berupa makam dari bangsa al-Aydrus yang mana keluarga ini dahulunya mempunyai peranan penting di kesultanan Palembang. Makam habaib dari bangsa al-Aydrus erletak di Sabaking-king, Lemabang.
Ditambahkannya, awal mula kesultanan Kesultanan Palembang dipimpin oleh salah satu habaib yaitu Abdurrahman (1666-1707) atau (1069-1118) dan diteruskan oleh anaknya Sultan Muhammad Mansur pada tahun 1706-1714 M/ 1136-1171 H.
Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa datangnya habaib jauh pada masa yang
lebih lama, yaitu pada akhir kejayaan Kerajaan Hindu Sriwijaya. Hal ini berdasarkan tulisan yang tertera pada nisan makam Syech Jalaluddin 1422 M atau sekitar abad ke 13-14 M.
Terdapat tiga data dari Balai Arkeologi Palembang yang menyebutkan bahwa saat ini di kota Palembang terdapat sekitar delapan permukiman penduduk Arab yang masuk dalam situs arkeologi, yaitu Kampung Kutobatu, Lorong BBC, Sungai Lumpur, Al Munawar, Al Hadad, Al Habsy, Al Kaaf dan Kampung Assegaf. Tetapi dari segi usia, Kampung Al Munawar tergolong permukiman Arab yang paling tua.
Kampung Al Munawar dihuni oleh warga keturunan Arab yang memiliki hubungan erat dengan sejarah perkembangan agama Islam di kota Palembang. Selain berdagang, Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Munawar juga menyebarkan syiar Islam. Memang sepertinya “tidak dapat diabaikan bahwa pelopor utama dari pada penyiaran Islam di negeri-negeri melayu ini adalah orang Arab...”(Hamka 1983:53).
Komunitas Alawiyyin secara luas mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan. Pendatang dari Hadramaut itu tinggal berkelompok di kampung-kampung Ulu dan Ilir. Al Munawar di 13 Ulu; Assegaf di 16 Ulu; al-Mesawa di 14 Ulu, al-Habsyi di 8 Ilir; Barakah di 7 Ulu; al-Jufri di 15 Ulu; serta Alkaf di 8 Ilir dan 10 Ulu.
Antara Palembang dan Yaman memang ada latar belakang sejarahnya. Menurut penelitian Van den Berg, sebelum abad ke-19, masuknya orang-orang Hadramaut sebagian besar melalui Aceh sebagai pintu pertama, namun akhirnya lebih memilih menetap di pelabuhan berikutnya,, Palembang.
Jadi tak salah jika Palembang dijuluki sebagai Hadramaut Tsani atau kedua (kota seribu wali) setelah Yaman karena banyaknya keturunan Hadramaut di kota empek-empek tersebut.(ONE)